MAKALAH
Peradaban Islam Rasulullah Periode Madinah

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah
 Sejarah Peradaban Islam
Dosen Pengampu :
Ade Idham Prayogi, M.Pd.I







Disusun oleh

                 1.     M Bujang Tafakur                 (17401163143)



PERBANKAN SYARIAH (I-D)
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI TULUNGAGUNG
NOVEMBER 2016

KATA PENGANTAR

Puji syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT. Atas segala karunianya sehingga tugas makalah ini dapat diselesaikan. Sholawat dan salam semoga senantiasa abadi tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW dan umatnya.
Sehubung dengan selesainya penulisan makalah ini maka penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1)      Bapak Dr. H. Maftukhin, M.Ag. selaku Ketua IAIN Tulungagung
2)        Ade Idham Prayogi, M.Pd.I selaku Dosen Sejarah Peradaban Islam
3)      Semua rekan kelas PS I-D yang telah memberikan semangat dan motivasi dalam rangka menyelesaikan tugas makalah ini
Dengan penuh harap semoga jasa kebaikan mereka diterima Allah SWT. dan tercatat segala amal sholeh. Akhirnya, karya ini penulis suguhkan kepada segenap pembaca, dengan harapan adanya saran dan kritik yang bersifat kontruktif demi kebaikan. Semoga karya ini bermanfaat dan mendapat ridho Allah SWT.


Tulungagung, 24 November 2016
Penyusun




DAFTAR ISI
      
Kata Pengantar ...............................................................................................
2
Daftar Isi ........................................................................................................
3
BAB I PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah...............................................................
4
B.     Rumusan Masalah.........................................................................
5
C.     Tujuan Penulisan...........................................................................
5
BAB II PEMBAHASAN

A.    Pengertian Hijrah..........................................................................
6
B.     Dasar Politik Negara Madinah......................................................
9
C.     Piagam Madinah.........................................................................
12
BAB III PENUTUP

A.    Simpulan.......................................................................................
15
B.     Saran..............................................................................................
16
DAFTAR PUSTAKA

17










BAB I
PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang
Kebudayaan Islam periode Nabi Muhammad SAW terbagi menjadi dua periode, yakni periode Makkah dan periode Madinah. Periode Makkah dimulai dengan diangkatnya Nabi Muhammad SAW menjadi Rasul dan mendapatkan wahyu dari Allah SWT yang isinya menyeru manusia untuk beribadah kepada Allah SWT yaitu menegakkan Tauhid dan dasar-dasar Islam. Namun hal tersebut mendapat tantangan yang besar dari kalangan kaum Quraisy.
Karena pada masa itu kaum Quraisy mempunyai sesembahan  lain yaitu berhala-berhala yang dibuat oleh mereka sendiri. Karena keadaan yang demikian itulah, dakwah pertama yang dilakukan di Makkah dilaksanakan secara sembunyi-sembunyi, terlebih karena jumlah orang yang masuk Islam sangat sedikit. Keadaan ini berubah ketika jumlah orang yang memeluk Islam semakin hari semakin banyak, Allah SWT pun memerintahkan Nabi Muhammad SAW untuk melakukan dakwah secara terang-terangan.
Bertambahnya penganut agama baru yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW, membuat kaum Quraisy menjadi gelisah dan terancam. Karena hal inilah mereka berusaha dengan semaksimal mungkin mengganggu dan menghentikan dakwah tersebut. Dengan cara diplomasi dan kekerasan yang  mereka lakukan kepada Nabi Muhammad SAW beserta para sahabatnya.
Akibat kekerasan yang dilakukan oleh kaum Quraisy maka Allah SWT memerintahkan Nabi Muhammad SAW untuk berhijrah ke Madinah. Pada periode Madinah inilah babak kemajuan Islam dimulai. Pada periode ini Nabi Muhammad SAW berhasil membangun dan membina masyarakat Islam yang kuat.
Berdasarkan uraian diatas maka dalam makalah ini penulis akan membahas tentang Peradaban Islam Rasulullah SAW Periode Makkah (622-632 M ) serta kajian-kajian lain yang berkaitan tentangnya.[1]

B.       Rumusan Masalah
Berdasarkan  latar belakang masalah di atas, penulis merumuskan rumusan masalah sebagai berikut :
1.    Bagaimana arti hijrah Nabi Muhammad ke Madinah?
2.    Bagaimana dasar politik di Madinah?
3.    Sebutkan isi dari piagamm Madinah!

C.      Tujuan Penulisan
1.        Untuk mengetahui arti hijrah Nabi Muhammad SAW ke Madinah!
2.        Untuk mengetahui dasar politik di Madinah!
3.        Untuk mengetahui isi dari Piagam Madinah













BAB II
PEMBAHASAN

A.      Pengertian Hijrah
Hijrah menurut bahasa berasal dari bahasa latin yaitu ”hegira” dan dikenal dalam bahasa arab هجر- يهجر- هجرة yang berarti memutuskan hubungan dengan orang lain. Dari pengertian menurut bahasa tersebut dapat dipahami bahwa hijrah pada dasarnya dimaksudkan untuk menyingkirkan diri dari tindakan-tindakan dan teror yang bersifat fisik yang dapat mencelakan diri sendiri.
Sementara itu Philip K. Hitti mengemukakan bahwa hijrah menurut istilah adalah akhir periode mekkah dan awal dimulainya periode madinah yang merupakan kebalikan dari hidup Nabi Muhammad saw. Dia meninggalkan kota besar tempatnya dilahirkan dan dibesarkan karena sangat meremehkannya, kemudian ia masuk kota besar yang mengangkatnya sebagai seorang pemimpin yang terhormat. Sementara hijrah menurut Nurcholis Madjid adalah tekad dalam meninggalkan kepalsuan, pindah sepenuhnya kepada kebenaran, dengan kesediaan untuk berkorban dan menderita, kerena keyakinan kemenangan terakhir akan dianugrahkan Allah kepada pejuang kebenaran itu.[2]
Jadi pengertian hijrah dalam hal ini menyangkut aspek spiritual dan kejiwaan, yakni suatu tekad yang tidak mengenal kalah dalam menegakkan kebenaran. Selama 13 tahun hidup di kota Mekkah. Nabi Muhammad saw Serta para pengikutnya sering mengalami cobaan besar dan siksaan yang sangat pedih, disamping itu hak kemerdekaan mereka dirampas, mereka diusir dan harta benda mereka disita. Siksaan pedih berupa dera cambuk sangat meresahkan para sahabat dan kaum muslimin pada umumnya. Tekanan yang sangat dahsyat dialami Rasulullah beserta pengikutnya selama menyampaikan dakwah demi tersebarnya risalah tauhid di tengah-tengah kaum kafir Quraisy.
Namun ancaman dan tindakan kekerasan yang dialami Nabi Muhammad saw tersebut masih bisa dilalui dengan penuh kesabaran dan keteguhan iman. Tekanan itu baru dirasakan sangat meresahkan bagi Nabi Muhammad saw. Setelah Khadijah, istri Nabi Muhammad saw meninggal dunia, dirinya telah kehilangan istri tercinta tempat curahan kasih sayangnya. Kesedihan itu kembali bertambah setelah tidak lama berselang paman Rasulullah saw yaitu Abu Thalib juga bepulang ke rahmatullah. Kematian Abu Thalib ini menyebabkan Nabi Muhammad saw telah kehilangan pelindung setia yang senantiasa melindunginya dari berbagai macam ancaman. Kepergian Abu Thalib untuk selama-lamanya ini telah memberi peluang kepada kaum kafir Quraisy untuk tidak segan-segan melakukan tindakan kekerasan kepada Rasulullah saw berserta para pengikutnya.
 Kaum musyrikin Quraisy semakin gila melancarkan intimidasi terhadap kaum muslimin. Pada tahun kenabian yang ke-13 di mana pada waktu itu bertepatan dengan tahun 622 M, jamaah Yastrib datang kembali ke kota Mekkah untuk melaksanakan ibadah haji. Jamaah tersebut berjumlah sekitar 73 orang. Setibanya di kota Mekkah mereka menemui Nabi Muhammad SAW dan atas nama penduduk Yastrib mereka menyampaikan pesan untuk disampaikan kepada Nabi Muhammad SAW.[3]  Pesan itu berupa permintaan masyarakat Yastrib agar Nabi Muhammad SAW bersedia datang ke kota Mekkah memberikan penerangan tentang ajaran Islam dan sebagainya. Permohonan itu dikabulkan Nabi Muhammad SAW dan beliau menyatakan kesediaannya untuk datang dan berdakwa di sana. Untuk memperkuat kesepakatan itu, mereka mengadakan perjanjian kembali di Bukit Aqabah atau yang dikenal dengan perjanjian Aqabah ke II.[4]


Adapun isi perjanjian Aqabah ke II ini adalah :
1.        Penduduk Yastrib siap dan bersedia melindungi Nabi Muhammad SAW.
2.        Penduduk Yastrib ikut berjuang dalam membela Islam dengan harta dan jiwa.
3.        Penduduk Yastrib ikut berusaha memajukan Agama Islam dan menyiarkan kepada sanak saudara mereka.
4.        Penduduk Yastrib siap menerima segala resiko dan tantangan.
Dengan keputusan tersebut maka terbukalah dihadapan Nabi Muhammad SAW harapan baru untuk memperoleh kemenangan karena telah mendapat jaminan bantuan dan perlindungan dari masyarakat Yastrib. Hal ini membuat Nabi Muhammad saw segera memerintahkan para sahabatnya untuk hijrah ke Yastrib. Dalam waktu dua bulan hampir semua kaum muslimin sekitar 150 orang telah meninggalkan kota Mekkah.
Dalam perjalanan ke Yastrib Nabi ditemani Abu Bakar. Ketika tiba di Quba, sebuah desa yang jaraknya sekitar 5 km dari Yastrib, Nabi beristirahat beberapa hari lamanya. Dia menginap di rumah Kalsum bin Hindun. Di halaman rumah inilah Nabi Membangun sebuah Masjid. Inilah Masjid pertama yang dibangun Nabi, sebagai pusat peribadatan yang dikenal sebagai Masjid Quba.[5]
Tak lama kemudian, waktu yang mereka tunggu itu tiba. Nabi memasuki kota Yastrib dan penduduk kota sangat bergembira. Sejak itu, sebagai penghormatan terhadap Nabi, nama kota Yastrib diubah menjadi  Madinatul Nabi (kota Nabi) atau yang sering disebut  Madinatul Munawarah (Kota yang Bercahaya), karena dari sanalah sinar Islam memancar ke seluruh dunia.
Menurut Harun Nasution, al-Faruqi berpendapat bahwa yang melatar belakangi hijrah Rasulullah saw ke Madinah adalah gerakan untuk mencari keselamatan. Dan ini merupakan upaya untuk mencari tempat yang dapat dijadikan sebagai titik tolak bagi perkembangan keimanan baru sekaligus untuk menata ulang masyarakat muslim, baik sebagai tatanan sosial maupun Negara. Hal tersebut dipertegas oleh Abdullah al-Hatib, bahwa hijrah selain penghindaran dari fitnah dan cobaan,  juga untuk menjalin ikatan yang kuat, menghimpun kekuatan, memperoleh daerah strategis untuk membentuk suatu kekuatan politik.
Sedangkan menurut Ali Syariati bahwa hal lain yang mendorong hijranya Nabi Muhammad saw. Dan kaum Muslimin ke Madinah, Pertama, mengembangkan dan menyebarluaskan pemikiran dan Aqidah ke wilayah-wilayah lain dalam rangka menunaikan tugas risalah kemanusiaan yang universal, serta melaksanakan tanggung jawab dalam rangka menyadarkan, membebaskan dan menyelamatkan umat manusia dari kehancuran aqidah. Kedua, mengaharapkan tercapainya kemungkinan-kemungkinan baru dan ditemukannya lingkungan yang mendukung perjuagan di luar wilayah sosial-politik yang zalim, guna melakukan perjuangan menentang kezaliman tersebut.[6]
Dari penjelasan tersebut diatas dapat dipahami bahwa latar belakang hijranya Rasulullah saw. Beserta kaum muslimin tidak lain adalah untuk menyelamatkan diri dan juga juga menyelamatkan Agama tauhid, risalah kebenaran yang sedang berada dalam tanggung jawabnya. Hijrah tersebut bukan berarti lari dari tanggung jawab karena tidak tahan menerima tantangan, melainkan hijrah itu itu dilakukan, semata-mata untuk mencari tempat yang kondusif untuk selanjutnya menyusun kekuatan baru demi tercapainya kemenangan yang diharapkan.

B.       Dasar Politik Negara Madinah
Setelah tiba dan di terima oleh penduduk Yastrib, Nabi resmi menjadi pemimpin penduduk kota itu. Babak baru dalam sejarah Islam pun dimulai. Berbeda dengan periode Makkah, pada periode Madinah, Islam merupakan kekuatan politik. Ajaran Islam yang berkenaan dengan kehidupan masyarakat banyak turun di Madinah. Nabi Muhammad mempunyai kedudukan, bukan saja sebagai kepala agama, tetapi juga sebagai kepala Negara. Dengan kata lain, dalam diri Nabi terkumpul dua kekuasaan, kekuatan spiritual dan kekuasaan duniawi. Kedudukannya sebagai Rasul secara otomatis merupakan kepala Negara.
Dalam rangka  memperkokoh masyarakat dan Negara baru itu, ia segera meletakkan  dasar-dasar kehidupan masyarakat Islam di Madinah sebaga berikut:[7]
1.        Pertama, mendirikan masjid
Tujuan Rasulullah mendirikan masjid adalah untuk menpersatukan umat islam dalam satu majelis, sehingga di majelis ini umat islam  bisa bersama-sama melaksanakan  shalat jama`ah secara teratur, mengadili perkara-perkara dan bermusyawarah. Masjid ini memegang peranan penting untuk persatuan  kaum muslimin dan mempererat tali ukhuwah islamiyah.
2.        Kedua, mempersatukan dan mempersaudarakan antara kaum anshor dan muhajirin.
Rasulullah SAW. Mempersatukan keluarga-keluarga Islam yang terdiri dari Muhajirin dan Anshar. Dengan cara mempersaudarakan antara kedua golongan ini, Rasulullah SAW. Telah menciptakan suatu pertalian yang berdasarkan agama pengganti persaudaraan yang berdasar kesukuan seperti sebelumnya.
3.        Ketiga, perjanjian saling membantu antara sesama kaum muslimin dan bukan muslimin.
Nabi Muuhammad SAW. Hendak menciptakan toleransi antar golongan yang ada di Madinnah, oleh karena itu Nabi membuat perjanjian antara kaum muslimin dan nonmuslimin.
Menurut Ibnu Hisyam, isi perjanjian tersebut anatra lain sebagia berikut:
a.         Pengakuan atas hak pribadi keagamaan dan politik.
b.        Kebebasan beragama terjamin untuk semua umat.
c.         Adalah kewajiban penduduk madinnah, baik muslim maupun non muslim, dalam hal moril maupun materiil. Mereka harus bahu-membahu menangkis semua serangan terhadap kota mereka (Madinah).
d.        Rasulullah adalah pemimpin umat  bagi penduduk Madinah. Kepada beliaulah dibawa segala perkara dan perselisihan yang besar untuk diselesaikan.
4.        Keempat, meletakkan dasar-dasar politik, ekonomi, dan social untuk masyarakat baru
Ketika masyarakat islam terbentuk maka diperlukan dasar-dasar yang kuat bagi masyarakat yang bari terbentuk tersebut. Oleh karena itu, ayat-ayat al-Quran yang diturunkan dalam periode ini terutama ditujukan kepada pembinaan hukum. Ayat-ayat ini kemudiab diberi penjelasan oleh Rasulullah, baik dengan lisan maupun dengan penjelasan beliau sehingga terdapat dua sumber hukum dalam islam, yaitu al-quran dan al hadits. Dari kedua sumber hukum tersebut didapat suatu sistem untuk bidang politik, yaitu sistem musyawarah. Dan untuk bidang ekonomi dititk beratkan pada jaminan keadilan social, serta dalam bidang kemasyarakatan , diletakkan pada dasar-dasar persamaan derajat antara masyarakat atau manusia, dengan penekanan bahwa yang menentukan derajat manusia adalah ketakwaan.[8]
Dari hal tersebut jelas disebutkan bahwa Nabi Muhammad saw menjadi kepala pemerintahan karena sejauh menyangkut peraturan dan tata tertib umum, otoritas mutlak diberikan kepada beliau. Dalam bidang sosial, dia juga meletakkan dasar persamaan antar sesama manusia. Dalam pandangan ketatanegaraan sering disebut dengan Konstitusi Madinah.
Dalam menjalankan roda pemerintahan Nabi Muhammad saw. Sebagai kepala Negara menggunakan perinsip keadilan yang harus dijalankan kepada setiap penduduk tanpa pandang bulu. Nabi juga menerapkan prinsip musyawarah untuk memecahkan segala macam persoalan. Selain itu, Nabi Muhammad saw. tidak hanya mengakomodasi kepentingan kaum muslimin, melainkan juga kaum Yahudi dan mempersatukan kedua ummat yang serumpun itu di bawah kepemimpinannya. Nabi juga bertindak sebagai hakim yang mengadili perkara-perkara yang terjadi di tengah masyarakat. Untuk mengadili pelanggaran ketertiban umum, Nabi Muhammad saw. membentuk lembaga hisbah yang bertugas melakukan ketertiban atas perilaku perdagangan di pasar-pasar. Tidak sebatas itu saja, Nabi juga mengelola zakat, pajak dan ghanimah untuk kesejahteraan penduduk.
Sementara itu untuk pemerintahan daerah, Nabi Muhammad saw. mengangkat para gubernur atau hakim. Salah satu diantaranya adalah mengangkat Muadz bin Jabal menjadi gubernur di Yaman. Sedangkan untuk memperlancar tugas-tugas kenegaranaan, Nabi Muhammad saw. dibantu oleh beberapa orang sekretaris seperti Zaid bin Tsabit dan Ali bin Abi Thalib. Dalam hubungan internasional, Nabi menjalankan hubungan diplomatik dengan Negara-negara sahabat. Ia mengirim surat dakwah kepada kepala Negara lain, diantaranya adalah Persia, Abbessinnia, Oman, Yamamah, Bahrain, Syam dan Yaman. Hal ini merupakan langkah untuk menjalin hubungan diplomatik secara damai.[9]

C.      Piagam Madinah
Piagam Madinah disepakati tidak lama sesudah umat muslim pindah ke Yatsrib yang waktu itu masih tinggi rasa kesukuannya. Piagam Madinah diakui sebagai bentuk perjanjian dan kesepakatan bersama bagi membangun masyarakat Madinah yang plural, adil, dan berkeadaban. Di mata para sejarahwan dan sosiolog ternama Barat, Robert N. Bellah, Piagam Madinah yang disusun Rasulullah saw itu dinilai sebagai konstitusi termodern di zamannya, atau konstitusi pertama di dunia.
Piagam Madinah ialah sebuah dokumen yang disusun oleh Nabi Muhammad SAW. yang merupakan perjanjian yang forma antara dirinya dengan semua suku-suku dan kaum-kaum penting di Yastrib ditahun 622 M. Dokumen tersebut disusun dengan jelasnya dengan tujuan utama untuk menghentikan pertentangan sengit antara Bani Aus dan Bani Khazjar di Madinah. Piagam Madinah menciptakan suasana baru yang menghilangkan atau memperkecil pertentangan antara suku. Yang lebih ditekankan adalah kerja-kerjanya dan persamaan hak dan kewajiban semua golongan dalam kehidupan social politik didalam mewujudkan ketentraman dan keamanan
Dalam piagam Madinah setiap kelompok menyepakati 5 perjanjian:
a.         Tiap kelompok dijamin kebebasan dalam beragama;
b.        Tiap kelompok berhak menghukum anggota kelompoknya yang bersalah;
c.         Tiap kelompok harus saling membantu dalam mempertahankan Madinah baik yang muslim    maupun yang non muslim;
d.        Penduduk Madinah semuanya sepakat mengangkat Muhammad SAW sebagai pemimpinnya dan memberi keputusan hukum segala perkara yang dihadapkan kepadanya;
e.         Meletakkan landasan berpolitik, ekonomi dan kemasyarakatan bagi negeri Madinah yang baru dibentuk. Sementara perekonomian Madinah dikuasai oleh orang Yahudi yang terkenal mahir dalam melakukan aktivitas perekonomian. Kebijakan tersebut di antaranya melarang riba, gharar, ihtikar dan tadlis.
Adapun Piagam Madinah itu mempunyai arti tersendiri bagi semua penduduk Madinah dari masing-masing golongan yang berbeda. Bagi Nabi Muhammad, maka Ia diakui sebagai pemimpin yang mempunyai kekuasaan politis. Bila terjadi sengketa di antara penduduk Madinah maka keputusannya harus dikembalikan kepada keputusan Allah dan kebijaksanaan Rasul-Nya. Pasal ini menetapkan wewenang pada Nabi untuk menengahi dan memutuskan segala perbedaan pendapat dan permusuhan yang timbul di antara mereka.
Sedangkan bagi umat Islam, khususnya kaum Muhajirin, Piagam Madinah semakin memantapkan kedudukan mereka. Bersatunya penduduk Madinah di dalam suatu kesatuan politik membuat keamanan mereka lebih terjamin dari gangguan kaum kafir Quraisy. Suasana yang lebih aman membuat mereka lebih berkonsentrasi untuk mendakwahkan Islam. Terbukti Islam berkembang subur di Madinah ini.
Bagi penduduk Madinah pada umumnya, dengan adanya kesepakatan piagam Madinah, menciptakan suasana baru yang menghilangkan atau mempesrkecil pertentangan antar suku. Kebebasan beragama juga telah mendapatkan jaminan bagi semua golongan. Yang lebih ditekankan adalah kerjasama dan persamaan hak dan kewajiban semua golongan dalam kehidupan sosial politik di dalam mewujudkan pertahanan dan perdamaian.
Piagam Madinah ternyata mampu mengubah eksistensi orang-orang mukmin dan yang lainnya dari sekedar kumpulan manusia menjadi masyarakat politik, yaitu suatu masyarakat yang memiliki kedaulatan dan otoritas politik dalam wilayah Madinah sebagai tempat mereka hidup bersama, bekerjasama dalam kebaikan atas dasar kesadaran sosial mereka, yang bebas dari pengaruh dan penguasaan masyarakat lain dan mampu mewujudkan kehendak mereka sendiri.[10]





















BAB III
PENUTUP

A.      Simpulan
1.        Hijrah menurut bahasa berasal dari bahasa latin yaitu ”hegira” dan dikenal dalam bahasa arab هجر- يهجر- هجرة yang berarti memutuskan hubungan dengan orang lain. Dari pengertian menurut bahasa tersebut dapat dipahami bahwa hijrah pada dasarnya dimaksudkan untuk menyingkirkan diri dari tindakan-tindakan dan teror yang bersifat fisik yang dapat mencelakan diri sendiri. Sehingga tujuan itu mempersempit atau membatasi topik. Latar belakang hijranya Rasulullah saw. Beserta kaum muslimin tidak lain adalah untuk menyelamatkan diri dan juga juga menyelamatkan Agama tauhid, risalah kebenaran yang sedang berada dalam tanggung jawabnya. Hijrah tersebut bukan berarti lari dari tanggung jawab karena tidak tahan menerima tantangan, melainkan hijrah itu itu dilakukan, semata-mata untuk mencari tempat yang kondusif untuk selanjutnya menyusun kekuatan baru demi tercapainya kemenangan yang diharapkan.
2.        Dalam rangka  memperkokoh masyarakat dan Negara baru itu, ia segera meletakkan  dasar-dasar kehidupan masyarakat Islam di Madinah sebaga berikut:
a.         Pertama, mendirikan masjid
b.        Kedua, mempersatukan dan mempersaudarakan antara kaum anshor dan muhajirin.
c.         Ketiga, perjanjian saling membantu antara sesama kaum muslimin dan bukan muslimin.
d.        Keempat, meletakkan dasar-dasar politik, ekonomi, dan social untuk masyarakat baru
3.        Dalam piagam Madinah setiap kelompok menyepakati 5 perjanjian:
a.         Tiap kelompok dijamin kebebasan dalam beragama;
b.        Tiap kelompok berhak menghukum anggota kelompoknya yang bersalah;
c.         Tiap kelompok harus saling membantu dalam mempertahankan Madinah baik yang muslim    maupun yang non muslim;
d.        Penduduk Madinah semuanya sepakat mengangkat Muhammad SAW sebagai pemimpinnya dan memberi keputusan hukum segala perkara yang dihadapkan kepadanya;
e.         Meletakkan landasan berpolitik, ekonomi dan kemasyarakatan bagi negeri Madinah yang baru dibentuk. Sementara perekonomian Madinah dikuasai oleh orang Yahudi yang terkenal mahir dalam melakukan aktivitas perekonomian. Kebijakan tersebut di antaranya melarang riba, gharar, ihtikar dan tadlis.

B.       Saran
Menyadari bahwa penulis masih jauh dari kata sempurna, kedepannya penulis akan lebih fokus dan detail tentang makalah di atas dengan sumber-sumber yang lebih banyak dan dapat di pertanggung jawabkan. Demikian hasil makalah dari kelompok kami, tentunya masih banyak kekurangan. Baik itu dalam hal pembahasan yang belum lengkap maupun dalam hal penulisan. Oleh karena itu, segala kritik dan saran sangat membantu kesempurnaan penyusunan makalah ini.










DAFTAR PUSTAKA

Syalabi, 1983, Sejarah dan Kebudayaan Islam, (Jakarta: Pustaka Alhusna Jilid 2,)
Yahri, Ina, 2012, Peradaban Islam Rasulullah Periode Madinah, http://inayahrii.blogspot.co.id//12/peradaban-islam-rosulullah periode.html
Yatim, Badri, 2003, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta:PT Raja Gravindo Persada,) hal. 24-28
Nasution, Harun, 2007, Filsafat Pendidikan Islam,(Jakarta)
Musyrifah, Sunanto, 2003, Sejarah Islam Klasik,(Jakarta Timur:Penada Media)
Samsul Munir,2016,Sejarah Peradaban Islam,(Jakarta:Amzah,)






[1] Syalabi, Sejarah dan Kebudayaan Islam, (Jakarta: Pustaka Alhusna Jilid 2, 1983) hal.45-47
[2] Ina Yahri, Peradaban Islam Rasulullah Periode Madinah, http://inayahrii.blogspot.co.id /2012/12/peradaban-islam-rosulullah-periode.html

[3] Badri YatimSejarah Peradaban Islam, (Jakarta:PT Raja Gravindo Persada,2003) hal. 24-28
[5] Syalabi, Sejarah dan Kebudayaan Islam, (Jakarta: Pustaka Alhusna Jilid 2, 1983) hal.80
[6] Harun Nasution,Filsafat Pendidikan Islam,(Jakarta, 2007),hal. 152
[7] Badri Yatim,Sejarah Peradaban Islam,(Jakarta:PT Raja Grafindo Persada, 2014), hal. 25
[8] Samsul Munir,Sejarah Peradaban Islam,(Jakarta:Amzah,2016),hal.68-69
[9] Sunanto Musyrifah, Sejarah Islam Klasik,(Jakarta Timur:Penada Media,2003),hal. 52
[10] Harun Nasution,Filsafat Pendidikan Islam,(Jakarta, 2007),hal.160-161