MAKALAH
Peradaban Islam Rasulullah Periode Madinah
Diajukan Untuk Memenuhi
Salah Satu Tugas Mata Kuliah
‘‘Sejarah Peradaban Islam”
Dosen Pengampu :
Ade Idham Prayogi, M.Pd.I
Disusun oleh
1. M Bujang Tafakur (17401163143)
PERBANKAN SYARIAH (I-D)
FAKULTAS EKONOMI DAN
BISNIS ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM
NEGERI TULUNGAGUNG
NOVEMBER 2016
KATA PENGANTAR
Puji syukur
Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT. Atas segala karunianya
sehingga tugas makalah ini dapat diselesaikan.
Sholawat dan salam semoga senantiasa abadi tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW
dan umatnya.
Sehubung dengan selesainya penulisan makalah ini maka
penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1) Bapak Dr. H. Maftukhin, M.Ag. selaku Ketua IAIN Tulungagung
2)
Ade Idham Prayogi, M.Pd.I selaku
Dosen Sejarah Peradaban Islam
3) Semua
rekan kelas PS I-D yang telah memberikan semangat dan motivasi dalam rangka
menyelesaikan tugas makalah ini
Dengan penuh harap semoga jasa kebaikan mereka
diterima Allah SWT. dan tercatat segala amal sholeh. Akhirnya, karya ini
penulis suguhkan kepada segenap pembaca, dengan harapan adanya saran dan kritik
yang bersifat kontruktif demi kebaikan. Semoga karya ini bermanfaat dan
mendapat ridho Allah SWT.
Tulungagung, 24 November 2016
Penyusun
DAFTAR ISI
Kata Pengantar
...............................................................................................
|
2
|
Daftar Isi ........................................................................................................
|
3
|
BAB I PENDAHULUAN
|
|
A.
Latar Belakang
Masalah...............................................................
|
4
|
B.
Rumusan
Masalah.........................................................................
|
5
|
C.
Tujuan
Penulisan...........................................................................
|
5
|
BAB
II PEMBAHASAN
|
|
A.
Pengertian Hijrah..........................................................................
|
6
|
B.
Dasar
Politik Negara Madinah......................................................
|
9
|
C.
Piagam
Madinah.........................................................................
|
12
|
BAB
III PENUTUP
|
|
A.
Simpulan.......................................................................................
|
15
|
B.
Saran..............................................................................................
|
16
|
DAFTAR PUSTAKA
|
17
|
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Kebudayaan Islam periode Nabi
Muhammad SAW terbagi menjadi dua periode, yakni periode Makkah dan periode
Madinah. Periode Makkah dimulai dengan diangkatnya Nabi Muhammad SAW menjadi
Rasul dan mendapatkan wahyu dari Allah SWT yang isinya menyeru manusia untuk
beribadah kepada Allah SWT yaitu menegakkan Tauhid dan dasar-dasar Islam. Namun
hal tersebut mendapat tantangan yang besar dari kalangan kaum Quraisy.
Karena pada masa itu kaum Quraisy
mempunyai sesembahan lain yaitu berhala-berhala yang dibuat oleh mereka
sendiri. Karena keadaan yang demikian itulah, dakwah pertama yang dilakukan di
Makkah dilaksanakan secara sembunyi-sembunyi, terlebih karena jumlah orang yang
masuk Islam sangat sedikit. Keadaan ini berubah ketika jumlah orang yang memeluk
Islam semakin hari semakin banyak, Allah SWT pun memerintahkan Nabi Muhammad
SAW untuk melakukan dakwah secara terang-terangan.
Bertambahnya penganut agama baru
yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW, membuat kaum Quraisy menjadi gelisah dan
terancam. Karena hal inilah mereka berusaha dengan semaksimal mungkin
mengganggu dan menghentikan dakwah tersebut. Dengan cara diplomasi dan
kekerasan yang mereka lakukan kepada Nabi Muhammad SAW beserta para
sahabatnya.
Akibat kekerasan yang dilakukan oleh
kaum Quraisy maka Allah SWT memerintahkan Nabi Muhammad SAW untuk berhijrah ke
Madinah. Pada periode Madinah inilah babak kemajuan Islam dimulai. Pada periode
ini Nabi Muhammad SAW berhasil membangun dan membina masyarakat Islam yang kuat.
Berdasarkan uraian diatas maka dalam
makalah ini penulis akan membahas tentang Peradaban Islam Rasulullah SAW
Periode Makkah (622-632 M ) serta kajian-kajian lain yang berkaitan tentangnya.[1]
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar
belakang masalah di atas, penulis merumuskan rumusan masalah sebagai berikut :
1. Bagaimana
arti hijrah Nabi Muhammad ke Madinah?
2. Bagaimana
dasar politik di Madinah?
3. Sebutkan
isi dari piagamm Madinah!
C.
Tujuan Penulisan
1.
Untuk mengetahui arti hijrah Nabi Muhammad SAW ke
Madinah!
2.
Untuk mengetahui dasar politik di Madinah!
3.
Untuk mengetahui isi dari Piagam Madinah
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Hijrah
Hijrah menurut bahasa
berasal dari bahasa latin yaitu ”hegira” dan dikenal dalam bahasa arab هجر- يهجر-
هجرة yang berarti memutuskan hubungan dengan
orang lain. Dari pengertian menurut bahasa tersebut dapat dipahami bahwa hijrah
pada dasarnya dimaksudkan untuk menyingkirkan diri dari tindakan-tindakan dan
teror yang bersifat fisik yang dapat mencelakan diri sendiri.
Sementara itu Philip K.
Hitti mengemukakan bahwa hijrah menurut istilah adalah akhir periode mekkah dan
awal dimulainya periode madinah yang merupakan kebalikan dari hidup Nabi
Muhammad saw. Dia meninggalkan kota besar tempatnya dilahirkan dan dibesarkan
karena sangat meremehkannya, kemudian ia masuk kota besar yang mengangkatnya
sebagai seorang pemimpin yang terhormat. Sementara hijrah menurut Nurcholis
Madjid adalah tekad dalam meninggalkan kepalsuan, pindah sepenuhnya kepada
kebenaran, dengan kesediaan untuk berkorban dan menderita, kerena keyakinan
kemenangan terakhir akan dianugrahkan Allah kepada pejuang kebenaran itu.[2]
Jadi pengertian hijrah
dalam hal ini menyangkut aspek spiritual dan kejiwaan, yakni suatu tekad yang
tidak mengenal kalah dalam menegakkan kebenaran. Selama 13 tahun hidup di kota
Mekkah. Nabi Muhammad saw Serta para pengikutnya sering mengalami cobaan besar
dan siksaan yang sangat pedih, disamping itu hak kemerdekaan mereka dirampas,
mereka diusir dan harta benda mereka disita. Siksaan pedih berupa dera cambuk
sangat meresahkan para sahabat dan kaum muslimin pada umumnya. Tekanan yang sangat dahsyat dialami Rasulullah beserta
pengikutnya selama menyampaikan dakwah demi tersebarnya risalah tauhid di
tengah-tengah kaum kafir Quraisy.
Namun ancaman dan
tindakan kekerasan yang dialami Nabi Muhammad saw tersebut masih bisa dilalui
dengan penuh kesabaran dan keteguhan iman. Tekanan itu baru dirasakan sangat
meresahkan bagi Nabi Muhammad saw. Setelah Khadijah, istri Nabi Muhammad saw
meninggal dunia, dirinya telah kehilangan istri tercinta tempat curahan kasih
sayangnya. Kesedihan itu kembali bertambah setelah tidak lama berselang paman
Rasulullah saw yaitu Abu Thalib juga bepulang ke rahmatullah. Kematian Abu
Thalib ini menyebabkan Nabi Muhammad saw telah kehilangan pelindung setia yang
senantiasa melindunginya dari berbagai macam ancaman. Kepergian Abu Thalib
untuk selama-lamanya ini telah memberi peluang kepada kaum kafir Quraisy untuk
tidak segan-segan melakukan tindakan kekerasan kepada Rasulullah saw berserta
para pengikutnya.
Kaum musyrikin
Quraisy semakin gila melancarkan intimidasi terhadap kaum muslimin. Pada tahun
kenabian yang ke-13 di mana pada waktu itu bertepatan dengan tahun 622 M,
jamaah Yastrib datang kembali ke kota Mekkah untuk melaksanakan ibadah haji.
Jamaah tersebut berjumlah sekitar 73 orang. Setibanya di kota Mekkah mereka
menemui Nabi Muhammad SAW dan atas nama penduduk Yastrib mereka menyampaikan
pesan untuk disampaikan kepada Nabi Muhammad SAW.[3] Pesan itu berupa permintaan
masyarakat Yastrib agar Nabi Muhammad SAW bersedia datang ke kota Mekkah
memberikan penerangan tentang ajaran Islam dan sebagainya. Permohonan itu
dikabulkan Nabi Muhammad SAW dan beliau menyatakan kesediaannya untuk datang
dan berdakwa di sana. Untuk memperkuat kesepakatan itu, mereka mengadakan
perjanjian kembali di Bukit Aqabah atau yang dikenal dengan perjanjian Aqabah
ke II.[4]
Adapun isi perjanjian Aqabah ke II ini adalah :
1.
Penduduk Yastrib siap
dan bersedia melindungi Nabi Muhammad SAW.
2.
Penduduk Yastrib ikut
berjuang dalam membela Islam dengan harta dan jiwa.
3.
Penduduk Yastrib ikut
berusaha memajukan Agama Islam dan menyiarkan kepada sanak saudara mereka.
4.
Penduduk Yastrib siap
menerima segala resiko dan tantangan.
Dengan keputusan
tersebut maka terbukalah dihadapan Nabi Muhammad SAW harapan baru untuk
memperoleh kemenangan karena telah mendapat jaminan bantuan dan perlindungan
dari masyarakat Yastrib. Hal ini membuat Nabi Muhammad saw segera memerintahkan
para sahabatnya untuk hijrah ke Yastrib. Dalam waktu dua bulan hampir semua
kaum muslimin sekitar 150 orang telah meninggalkan kota Mekkah.
Dalam perjalanan ke
Yastrib Nabi ditemani Abu Bakar. Ketika tiba di Quba, sebuah desa yang jaraknya
sekitar 5 km dari Yastrib, Nabi beristirahat beberapa hari lamanya. Dia
menginap di rumah Kalsum bin Hindun. Di halaman rumah inilah Nabi Membangun
sebuah Masjid. Inilah Masjid pertama yang dibangun Nabi, sebagai pusat
peribadatan yang dikenal sebagai Masjid Quba.[5]
Tak lama kemudian,
waktu yang mereka tunggu itu tiba. Nabi memasuki kota Yastrib dan penduduk kota
sangat bergembira. Sejak itu, sebagai penghormatan terhadap Nabi, nama kota
Yastrib diubah menjadi Madinatul
Nabi (kota Nabi) atau yang sering disebut Madinatul Munawarah (Kota yang Bercahaya), karena dari
sanalah sinar Islam memancar ke seluruh dunia.
Menurut Harun Nasution, al-Faruqi berpendapat bahwa yang melatar belakangi hijrah Rasulullah saw ke
Madinah adalah gerakan untuk mencari keselamatan. Dan ini merupakan upaya untuk
mencari tempat yang dapat dijadikan sebagai titik tolak bagi perkembangan
keimanan baru sekaligus untuk menata ulang masyarakat muslim, baik sebagai
tatanan sosial maupun Negara. Hal tersebut dipertegas oleh Abdullah al-Hatib,
bahwa hijrah selain penghindaran dari fitnah dan cobaan, juga untuk
menjalin ikatan yang kuat, menghimpun kekuatan, memperoleh daerah strategis
untuk membentuk suatu kekuatan politik.
Sedangkan menurut Ali Syariati bahwa hal lain yang
mendorong hijranya Nabi Muhammad saw. Dan kaum Muslimin ke Madinah, Pertama, mengembangkan dan
menyebarluaskan pemikiran dan Aqidah ke wilayah-wilayah lain dalam rangka
menunaikan tugas risalah kemanusiaan yang universal, serta melaksanakan
tanggung jawab dalam rangka menyadarkan, membebaskan dan menyelamatkan umat manusia
dari kehancuran aqidah. Kedua,
mengaharapkan tercapainya kemungkinan-kemungkinan baru dan ditemukannya
lingkungan yang mendukung perjuagan di luar wilayah sosial-politik yang zalim,
guna melakukan perjuangan menentang kezaliman tersebut.[6]
Dari penjelasan
tersebut diatas dapat dipahami bahwa latar belakang hijranya Rasulullah saw.
Beserta kaum muslimin tidak lain adalah untuk menyelamatkan diri dan juga juga
menyelamatkan Agama tauhid, risalah kebenaran yang sedang berada dalam tanggung
jawabnya. Hijrah tersebut bukan berarti lari dari tanggung jawab karena tidak
tahan menerima tantangan, melainkan hijrah itu itu dilakukan, semata-mata untuk
mencari tempat yang kondusif untuk selanjutnya menyusun kekuatan baru demi
tercapainya kemenangan yang diharapkan.
B. Dasar Politik Negara Madinah
Setelah
tiba dan di terima oleh penduduk Yastrib, Nabi resmi menjadi pemimpin
penduduk kota itu. Babak baru dalam sejarah Islam pun dimulai. Berbeda dengan
periode Makkah, pada periode Madinah, Islam merupakan kekuatan politik. Ajaran
Islam yang berkenaan dengan kehidupan masyarakat banyak turun di Madinah. Nabi
Muhammad mempunyai kedudukan, bukan saja sebagai kepala agama, tetapi juga
sebagai kepala Negara. Dengan kata lain, dalam diri Nabi terkumpul dua
kekuasaan, kekuatan spiritual dan kekuasaan duniawi. Kedudukannya sebagai Rasul
secara otomatis merupakan kepala Negara.
Dalam
rangka memperkokoh masyarakat dan Negara
baru itu, ia segera meletakkan
dasar-dasar kehidupan masyarakat Islam di Madinah sebaga berikut:[7]
1.
Pertama,
mendirikan masjid
Tujuan
Rasulullah mendirikan masjid adalah untuk menpersatukan umat islam dalam satu
majelis, sehingga di majelis ini umat islam
bisa bersama-sama melaksanakan
shalat jama`ah secara teratur, mengadili perkara-perkara dan bermusyawarah.
Masjid ini memegang peranan penting untuk persatuan kaum muslimin dan mempererat tali ukhuwah
islamiyah.
2.
Kedua,
mempersatukan dan mempersaudarakan antara kaum anshor dan muhajirin.
Rasulullah SAW.
Mempersatukan keluarga-keluarga Islam yang terdiri dari Muhajirin dan Anshar.
Dengan cara mempersaudarakan antara kedua golongan ini, Rasulullah SAW. Telah
menciptakan suatu pertalian yang berdasarkan agama pengganti persaudaraan yang
berdasar kesukuan seperti sebelumnya.
3.
Ketiga,
perjanjian saling membantu antara sesama kaum muslimin dan bukan muslimin.
Nabi Muuhammad SAW.
Hendak menciptakan toleransi antar golongan yang ada di Madinnah, oleh karena
itu Nabi membuat perjanjian antara kaum muslimin dan nonmuslimin.
Menurut Ibnu Hisyam,
isi perjanjian tersebut anatra lain sebagia berikut:
a.
Pengakuan atas
hak pribadi keagamaan dan politik.
b.
Kebebasan
beragama terjamin untuk semua umat.
c.
Adalah kewajiban
penduduk madinnah, baik muslim maupun non muslim, dalam hal moril maupun
materiil. Mereka harus bahu-membahu menangkis semua serangan terhadap kota
mereka (Madinah).
d.
Rasulullah
adalah pemimpin umat bagi penduduk
Madinah. Kepada beliaulah dibawa segala perkara dan perselisihan yang besar
untuk diselesaikan.
4.
Keempat,
meletakkan dasar-dasar politik, ekonomi, dan social untuk masyarakat baru
Ketika masyarakat
islam terbentuk maka diperlukan dasar-dasar yang kuat bagi masyarakat yang bari
terbentuk tersebut. Oleh karena itu, ayat-ayat al-Quran yang diturunkan dalam
periode ini terutama ditujukan kepada pembinaan hukum. Ayat-ayat ini kemudiab
diberi penjelasan oleh Rasulullah, baik dengan lisan maupun dengan penjelasan
beliau sehingga terdapat dua sumber hukum dalam islam, yaitu al-quran dan al
hadits. Dari kedua sumber hukum tersebut didapat suatu sistem untuk bidang
politik, yaitu sistem musyawarah. Dan untuk bidang ekonomi dititk beratkan pada
jaminan keadilan social, serta dalam bidang kemasyarakatan , diletakkan pada
dasar-dasar persamaan derajat antara masyarakat atau manusia, dengan penekanan
bahwa yang menentukan derajat manusia adalah ketakwaan.[8]
Dari hal tersebut jelas
disebutkan bahwa Nabi Muhammad saw menjadi kepala pemerintahan karena sejauh
menyangkut peraturan dan tata tertib umum, otoritas mutlak diberikan kepada
beliau. Dalam bidang sosial, dia juga meletakkan dasar persamaan antar sesama
manusia. Dalam pandangan ketatanegaraan sering disebut dengan Konstitusi Madinah.
Dalam menjalankan roda
pemerintahan Nabi Muhammad saw. Sebagai kepala Negara menggunakan perinsip
keadilan yang harus dijalankan kepada setiap penduduk tanpa pandang bulu. Nabi
juga menerapkan prinsip musyawarah untuk memecahkan segala macam persoalan.
Selain itu, Nabi Muhammad saw. tidak hanya mengakomodasi kepentingan kaum
muslimin, melainkan juga kaum Yahudi dan mempersatukan kedua ummat yang
serumpun itu di bawah kepemimpinannya. Nabi juga bertindak sebagai hakim yang
mengadili perkara-perkara yang terjadi di tengah masyarakat. Untuk mengadili
pelanggaran ketertiban umum, Nabi Muhammad saw. membentuk lembaga hisbah yang
bertugas melakukan ketertiban atas perilaku perdagangan di pasar-pasar. Tidak
sebatas itu saja, Nabi juga mengelola zakat, pajak dan ghanimah untuk
kesejahteraan penduduk.
Sementara itu untuk
pemerintahan daerah, Nabi Muhammad saw. mengangkat para gubernur atau hakim.
Salah satu diantaranya adalah mengangkat Muadz bin Jabal menjadi gubernur di
Yaman. Sedangkan untuk memperlancar tugas-tugas kenegaranaan, Nabi Muhammad
saw. dibantu oleh beberapa orang sekretaris seperti Zaid bin Tsabit dan Ali bin
Abi Thalib. Dalam hubungan internasional, Nabi menjalankan hubungan diplomatik
dengan Negara-negara sahabat. Ia mengirim surat dakwah kepada kepala Negara
lain, diantaranya adalah Persia, Abbessinnia, Oman, Yamamah, Bahrain, Syam dan
Yaman. Hal ini merupakan langkah untuk menjalin hubungan diplomatik secara
damai.[9]
C. Piagam Madinah
Piagam Madinah
disepakati tidak lama sesudah umat muslim pindah ke Yatsrib yang waktu itu
masih tinggi rasa kesukuannya. Piagam Madinah diakui sebagai bentuk perjanjian
dan kesepakatan bersama bagi membangun masyarakat Madinah yang plural, adil,
dan berkeadaban. Di mata para sejarahwan dan sosiolog ternama Barat, Robert N.
Bellah, Piagam Madinah yang disusun Rasulullah saw itu dinilai sebagai
konstitusi termodern di zamannya, atau konstitusi pertama di dunia.
Piagam Madinah
ialah sebuah dokumen yang disusun oleh Nabi Muhammad SAW. yang merupakan
perjanjian yang forma antara dirinya dengan semua suku-suku dan kaum-kaum
penting di Yastrib ditahun 622 M. Dokumen tersebut disusun dengan jelasnya
dengan tujuan utama untuk menghentikan pertentangan sengit antara Bani Aus dan
Bani Khazjar di Madinah. Piagam Madinah menciptakan suasana baru yang
menghilangkan atau memperkecil pertentangan antara suku. Yang lebih ditekankan
adalah kerja-kerjanya dan persamaan hak dan kewajiban semua golongan dalam
kehidupan social politik didalam mewujudkan ketentraman dan keamanan
Dalam piagam Madinah setiap kelompok
menyepakati 5 perjanjian:
a.
Tiap kelompok dijamin kebebasan
dalam beragama;
b.
Tiap kelompok berhak menghukum
anggota kelompoknya yang bersalah;
c.
Tiap kelompok harus saling membantu
dalam mempertahankan Madinah baik yang muslim maupun yang non
muslim;
d.
Penduduk Madinah semuanya sepakat
mengangkat Muhammad SAW sebagai pemimpinnya dan memberi keputusan hukum segala
perkara yang dihadapkan kepadanya;
e.
Meletakkan landasan berpolitik,
ekonomi dan kemasyarakatan bagi negeri Madinah yang baru dibentuk. Sementara
perekonomian Madinah dikuasai oleh orang Yahudi yang terkenal mahir dalam
melakukan aktivitas perekonomian. Kebijakan tersebut di antaranya melarang
riba, gharar, ihtikar dan tadlis.
Adapun Piagam
Madinah itu mempunyai arti tersendiri bagi semua penduduk Madinah dari
masing-masing golongan yang berbeda. Bagi Nabi Muhammad, maka Ia diakui sebagai
pemimpin yang mempunyai kekuasaan politis. Bila terjadi sengketa di antara
penduduk Madinah maka keputusannya harus dikembalikan kepada keputusan Allah
dan kebijaksanaan Rasul-Nya. Pasal ini menetapkan wewenang pada Nabi untuk
menengahi dan memutuskan segala perbedaan pendapat dan permusuhan yang timbul
di antara mereka.
Sedangkan bagi
umat Islam, khususnya kaum Muhajirin, Piagam Madinah semakin memantapkan
kedudukan mereka. Bersatunya penduduk Madinah di dalam suatu kesatuan politik
membuat keamanan mereka lebih terjamin dari gangguan kaum kafir Quraisy.
Suasana yang lebih aman membuat mereka lebih berkonsentrasi untuk mendakwahkan
Islam. Terbukti Islam berkembang subur di Madinah ini.
Bagi penduduk
Madinah pada umumnya, dengan adanya kesepakatan piagam Madinah, menciptakan
suasana baru yang menghilangkan atau mempesrkecil pertentangan antar suku. Kebebasan
beragama juga telah mendapatkan jaminan bagi semua golongan. Yang lebih
ditekankan adalah kerjasama dan persamaan hak dan kewajiban semua golongan
dalam kehidupan sosial politik di dalam mewujudkan pertahanan dan perdamaian.
Piagam Madinah
ternyata mampu mengubah eksistensi orang-orang mukmin dan yang lainnya dari
sekedar kumpulan manusia menjadi masyarakat politik, yaitu suatu masyarakat
yang memiliki kedaulatan dan otoritas politik dalam wilayah Madinah sebagai
tempat mereka hidup bersama, bekerjasama dalam kebaikan atas dasar kesadaran
sosial mereka, yang bebas dari pengaruh dan penguasaan masyarakat lain dan
mampu mewujudkan kehendak mereka sendiri.[10]
BAB III
PENUTUP
A.
Simpulan
1.
Hijrah menurut bahasa
berasal dari bahasa latin yaitu ”hegira” dan dikenal dalam bahasa arab هجر- يهجر-
هجرة yang berarti memutuskan hubungan dengan
orang lain. Dari pengertian menurut bahasa tersebut dapat dipahami bahwa hijrah
pada dasarnya dimaksudkan untuk menyingkirkan diri dari tindakan-tindakan dan
teror yang bersifat fisik yang dapat mencelakan diri sendiri. Sehingga
tujuan itu mempersempit atau membatasi topik. Latar belakang hijranya Rasulullah saw. Beserta kaum
muslimin tidak lain adalah untuk menyelamatkan diri dan juga juga menyelamatkan
Agama tauhid, risalah kebenaran yang sedang berada dalam tanggung jawabnya.
Hijrah tersebut bukan berarti lari dari tanggung jawab karena tidak tahan
menerima tantangan, melainkan hijrah itu itu dilakukan, semata-mata untuk
mencari tempat yang kondusif untuk selanjutnya menyusun kekuatan baru demi
tercapainya kemenangan yang diharapkan.
2.
Dalam
rangka memperkokoh masyarakat dan Negara
baru itu, ia segera meletakkan
dasar-dasar kehidupan masyarakat Islam di Madinah sebaga berikut:
a.
Pertama,
mendirikan masjid
b.
Kedua,
mempersatukan dan mempersaudarakan antara kaum anshor dan muhajirin.
c.
Ketiga,
perjanjian saling membantu antara sesama kaum muslimin dan bukan muslimin.
d.
Keempat,
meletakkan dasar-dasar politik, ekonomi, dan social untuk masyarakat baru
3.
Dalam piagam Madinah setiap kelompok
menyepakati 5 perjanjian:
a.
Tiap kelompok dijamin kebebasan
dalam beragama;
b.
Tiap kelompok berhak menghukum
anggota kelompoknya yang bersalah;
c.
Tiap kelompok harus saling membantu
dalam mempertahankan Madinah baik yang muslim maupun yang non
muslim;
d.
Penduduk Madinah semuanya sepakat
mengangkat Muhammad SAW sebagai pemimpinnya dan memberi keputusan hukum segala
perkara yang dihadapkan kepadanya;
e.
Meletakkan landasan berpolitik,
ekonomi dan kemasyarakatan bagi negeri Madinah yang baru dibentuk. Sementara
perekonomian Madinah dikuasai oleh orang Yahudi yang terkenal mahir dalam
melakukan aktivitas perekonomian. Kebijakan tersebut di antaranya melarang
riba, gharar, ihtikar dan tadlis.
B.
Saran
Menyadari bahwa penulis masih jauh dari kata sempurna, kedepannya penulis
akan lebih fokus dan detail tentang makalah di atas dengan sumber-sumber yang
lebih banyak dan dapat di
pertanggung jawabkan. Demikian hasil makalah dari kelompok kami, tentunya masih
banyak kekurangan. Baik itu
dalam hal pembahasan yang belum lengkap maupun dalam hal penulisan. Oleh karena itu, segala kritik dan saran sangat membantu
kesempurnaan penyusunan makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA
Syalabi, 1983, Sejarah
dan Kebudayaan Islam, (Jakarta: Pustaka Alhusna Jilid 2,)
Yahri, Ina, 2012, Peradaban Islam Rasulullah
Periode Madinah, http://inayahrii.blogspot.co.id//12/peradaban-islam-rosulullah
periode.html
Yatim, Badri, 2003, Sejarah
Peradaban Islam, (Jakarta:PT Raja Gravindo Persada,) hal. 24-28
Nasution, Harun, 2007, Filsafat
Pendidikan Islam,(Jakarta)
Musyrifah, Sunanto, 2003,
Sejarah Islam Klasik,(Jakarta Timur:Penada Media)
Samsul Munir,2016,Sejarah Peradaban Islam,(Jakarta:Amzah,)
[2] Ina Yahri, Peradaban
Islam Rasulullah Periode Madinah, http://inayahrii.blogspot.co.id /2012/12/peradaban-islam-rosulullah-periode.html
[4] Gifaranti, Perkembangan
Islam Periode 1, http://gifaranti.blogspot.co.id/2014/06/makalah-perkembangan-islam-periode_1.html
[7] Badri Yatim,Sejarah Peradaban Islam,(Jakarta:PT Raja Grafindo Persada, 2014),
hal. 25
[8] Samsul Munir,Sejarah Peradaban
Islam,(Jakarta:Amzah,2016),hal.68-69